Suatu hari di tahun yang mungkin akan bahagia. Sama dengan remaja lainnya, hidup terus dihiasi oleh cinta dan kasih sayang ketika bersama mereka. Persahabatan, pertemanan terus menghiasi hari-hariku. Kebahagiaan pun tidak terelakkan lagi dan kesedihan bias dikatakan sangat jauh dari diriku. Semua itu berjalan sangat mulus hingga di pengunjung tahun ini. Cinta seakan tidak ada lagi, kasih sayang tentu saja juga sama dengan cinta. Seolah sandiwara layaknya sinetron yang ada di TV. Bagaikan anak taman kanak-kanak yang berlarian dikejar oleh temannya. Itulah kita!
                Diam tanpa kata menghiasi, walau tiap hari bertemu. Layaknya orang tidak waras yang tersenyum ketika bertamu dengannya untuk hanya berharap balasan senyum dari dirinya. Kenapa semua itu berubah ketika cinta itu tidak bisa lagi hilang dari bayanganku. Kenapa semua menghilang, perhatianmu, tingkahmu, ketika cinta itu tak bisa lagi dihapuskan? Tanyaku kepada otakku yang bodoh ini.
                Semuanya terasa membosankan tanpa senyumannya. Tapi ketika dia tidak tau, mata ini tanpa diperintah , seakan tau kapan dia tersenyum dan memaksaku untuk berbalik melihatnya. Meski tak harus dia tau, tapi itulah kebahagiaanku saat itu.
                Rasa cemburu sudah pasti tidak terelakkan melihat orang-orang dengan akrabnya berbincang, bercanda tawa dengan dia. Semua itu tidak mungkin lagi terjadi denganku. Tapi saat ini rasanya semua sifatnya yang dulu telah mulai kembali seperti pada awalnya. Tidak ada lagi ragu dibenakku untuk berkata sepata kata untuknya. Meski rasa cemburu, marah, benci selalu menghantuiku, tapi semua itu luntur ketika melihat senyumnya lagi. Meski kuakui sesampaiku di rumah senyumku, kebahagiaanku di sekolah menjadi tangisan di hatiku. Itulah dia, dia yang membuatku bisa melakukan hal yang tak bisa kulakukan. Dia semangatku meski tidak sejalan lagi. Dialah orang yang bisa menghiburku. Karena aku akan terus tersenyum untuk dia meski hati ini menangis juga karena dia.